PUISI KIKI SULISTYO
PUISI KIKI SULISTYO
Si Tinggi Lidah
itulah aku, ada untuk menghamba pada yang tak bertulang
pada yang bertualang tapi tak kemana-mana
bila tercecap manis-kata akan keluar amis-dusta
tinggi melebihi janji segala yang bisa lebih tinggi
aku bilang dari sebelah sini, aku bisa tenang meniti
semua peristiwa kuletakkan di ujung jemari
hingga saat kalian bertanya, tinggal kujentikkan saja
peristiwa berlepasan bagai kupu-kupu baru ditetaskan
tentang hati orang bakal senang atau terpanggang
bukan bagian dari apa yang mesti aku pikirkan
aku bebas, segala yang ada di luar aku adalah penjara
dengan pintu terkunci dan berbaris-baris penjaga
begitulah, selama akau hamba setiap tuan adalah aku juga
sebab apa yang bermula sebagai ucap
akan berakhir sebagai sebab
2013
Rencana Berciuman
ke tempat gelap, ke tempat lembab
kita bakal berlatih memainkan sulap
bibirmu yang fasih melafal puisi
bibbirku yang letih meliurkan sunyi
bagaimana bila kita tukar keduanya
agar kau mengerti rasanya sendiri
dan aku memahami lekuk-liku puisi
tapi tunggu, ada sekerumun pemabuk di situ
ada anjing yang terkejut oleh bau tubuhmu
kita bicara sebentar tentang halaman sebuah koran
atau pengarang yang mencuri cerita orang
kalau pemabuk telah pindah
dan anjing berlari tak tentu arah
lafalkan puisi itu
sementara sunyi berkerumun di bibirku
ingat, pada saat yang tepat
keduanya bakal bertukar tempat
puisimu berayun di sunyi bibirku
sunyiku berdentum di bibir puisimu
2013
Tunjang Tua
berapa kuat bumi menompang imanmu hingga tegak atas tanah
dalam dada sebutir bijih terus membesar melampaui dunia
padang datar dengan kambing-kambing kurus kering
kemah yang tak kuat menahan dingin dan amuk angin
dalam cengkeraman sebelah tangan, tunjang tua telanjang
saat sepasukan anjing hutan melepas dengus berat
oleh getir dan lapar, siap bertaruh untuk hidup sehari lagi
pada tunjang itu aku melihat apa yang ada dalam pikiranku
kesendirian yang panjang, gurat usia yang berusaha lekang
lebih jauh dari masa lalu, dari saat terakhir di tangan keriputmu
aku bahkan masih mendengar salak gila anjing hutan
menyeberangi pintu rumah, terserap udara malam
terhirup rongga dada, lubang cahaya yang hampir padam
2012
Kiki Sulistiyo lahir di Ampenan, Lombok.
Ia bekerja di Departemen Sastra Komunitas
Akar Pohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat.
PUISI KOMPAS, MINGGU 27 Januari 2013
Tinggalkan komentar