Posts Tagged ‘Zelfeni Wimra’
PUISI ZELFENI WIMRA
ode liris inyiak guru
jalan ini tak lagi sunyi, nyiak
langkah kami kadang mirip derap duka perang yang berlari kencang
tapi jiwa kami, entah mengapa, memendam rintihnya sendiri
meredam ringkihnya sendiri
melengkapi hidup di sini adalah menyulam wajah iba guru tuo
menggenggam gigil di ujung jarinya
denyut yang canggung
kitab-kitab kuning telah memutih
gema suara debat mengabu di rusuk surau
tahlil dan kunut ditabukan
segalanya bertaburan jadi bid’ah
memenuhi udara bagi paru-paru kami yang sesak
dan dongeng tentang surau yang roboh menjadi dendang
menghiasi irama siul menjelang kami membuka pintu toko Baca entri selengkapnya »
PUISI ZELFENI WIMRA
Sajak Surau Patah Tiang
Kami jabat surau ini
pengisi musim yang berlepasan dari jantung kami
surau patah tiang
tumbang menjelang hari raya terang
di remang mihrab, masih ada yang tegak
menggumam berzanji:
ke surau adik ke surau
ke surau membasuh kaji
risau bersabut rarau
alif kami tak lagi berdiri
2012
Kampung Tak Bernabi
perkampungan kembali tenang
setelah ayat terakhir alfatihah diaminkan
lidah kami berhenti pada alif lam mim
tiga huruf bersangkutan dalam rahasia
mereka tak sempat jadi kalimah.
kata alif: aku tidak sanggup berdiri di titik kesendirian
ucap lam: kau masih menjauh tak menjangkau tubuhku
mim pun berseru: rajah aku lam. aku kedinginan.
terdengar ada yang berdentang
seperti gemerincing lonceng
menjelang jibril turun mengurai misteri kalam
tapi di kampung kami ini kini tiada lagi yang bisa kami panggil nabi
2012
Puisi Bungsu
:brigitte oleschinsky
aku salut pada helaian rambut yang berpenggalan
jatuh di lantai salon kecantikan
sebilah gunting telah memisahkannya sari kepala seorang puan
yang berias menjelang tiba hari pernikahan
aku salut pada perut sepatu yang pandai merawat cemburu
sebelum sebuah perjalanan direncanakan
selalu bagian punggung yang dibersihkan
dipugari dan diminyaki
padahal sakit perjalanan tertumpu pada sisi dirinya yang tertekan
aku salut pada jiwa tulus anak-anak ikan gabus
menetas beratus-ratus
langsung berhadapan dengan arus
namun bila lapar menguras usus
mereka serahkan badan dimakan induk yang rakus
aku salut pada kepandaian seekor belut
meskipun badan dibalut lumpur
tetapi selalu bisa meluncur
tanpa sedikitpun berlumur
aku salut pada ketaatan si kaki seribu
merangkak lambat menekuni lumut tebing batu
seolah tidak tahu, laju waktu selalu terburu
baginya, hidup sekenyang rahang
mengapa harus berlari kencang seperti kijang
atau melayang ke awang serupa elang
aku salut pada landak
terbiasa menahan duri di atas daging sendiri
aku salut pada kesetiaan burung hantu pada pasangannya
aku salut pada airmata nelayan yang menetes ke tengah samudra
aku salut pada puasa induk ayam yang mengeram
aku salut pada pintu yang sedia menutup diri
sebelum penghuni rumah bepergian
aku salut
aku salut pada bait-bait pusi di buku ini
yang tidak pernah mengerang atau meradang
padahal setelah aku karang sengan garang
ia lebih berpeluang terbuang, dari pada dikenang
2012
Zelfeni Wimra lahir di Sungai Naniang
Limopuluah Koto, Sumatera barat. Ia tengah
mempersiapkan buku kumpulan puisi pertamanya,
Air Tulang Ibu.
KOMPAS, MINGGU, 23 SEPTEMBER 2012