Posts Tagged ‘Gunawan Maryanto’
PUISI GUNAWAN MARYANTO
Parasurama
apakah kau akan berhenti
jika setiap langkahmu ditumbuhi sepi
atau mengayuhkan kapakmu
sebab malam tak lagi pernah sama
setelah kematian renuka?
malam telah mengutukmu
menjadi pembunuh ibu
atau batu di dasar kali
dan tak ada janji kembali Baca entri selengkapnya »
PUISI GUNAWAN MARYANTO
Kunti
Maka bernyanyilah ia kepada udara
yang kering kerontang
Kepada langit kosong
yang menggambarkan isi dadanya
-dada muda yang begitu mudah
terbaca dan tergoda
-dada ranum yang membuat kagum
para lelaki dan pendaki
Perempuan itu tak tahu apa-apa
Ia hanya hanyut ke dalam nada
Seperti mata air ia tak tahu
ke laut mana ia mengalir
Ia bahkan tak sadar
matahari telah berhenti beredar
Waktu berhenti. Angin mati
Dan seorang lelaki
Menantinya di sebuah sepi
Jogja, 2012
Balada Alli
Hai, kau yang menyamar sebagai ular, aku Alli
Naiklah ke peraduanku. Malam ini aku berahi
Hari kemarin kau Putri Chengamalam
Rindu yang kupuja sepanjang demam
Dan lantas kita berlarian di dalam hutan
Berburu kijang dan kasih sayang
Di sebuah lelah, di punggung trembesi
kausandarkan tubuhmu
pada tubuhku yang sepi
Tak bisa kau dengarkan apapun di sana
Dan pelan kaulepas cincin di jari manisku
bersama kisah-kisah Pandawa
yang kau tembangkan berulang-ulang
seperti gendewa terentang
Hingga Arjuna bangun dari tubuhmu
Dan bayang Wrahatnala menari lagi
Di alun-alun Wirata
Hampir aku jatuh, Arjuna
Dalam pelukan tubuh perempuanmu
Tapi Alli tak bisa jatuh. Tak sanggup jatuh
Ia adalah batu dari Madurai
-pernah membunuh anak burung gagak
Sebagai ular sebagai perempuan
mungkin kau bisa bercinta denganku
Tapi sebagai lelaki tunggu dulu
Kemarahanku lebih besar dari kesaktianmu
Tapi Tali ini – benang kuning di leher
telah merampungkan baladaku
Pulandaran lahir tanpa persetubuhan
Dan Alli tinggal kenangan
Kenangan yang ingin kulupakan
Dan kisah perempuan
yang lahir di rekahan bunga lotus itu
Selesai sudah. Harus selesai.
Jogja, 2013
Amba
Aku kalung teratai yang tergantung di gagang pintu
Menunggumu mengenakanku pada sebuah perang
Separuh diriku yang lain adalah sungai kering berbatu
Yang sesekali saja tergenang jika hujan datang
Tapi sebut saja aku hantu,
Kemarahan yang tak padam,
Atau cinta yang gagal
Pada seorang lelaki kualamatkan seluruh deritaku
Tak perlu kau sebut namaku. Berdiri saja di tepi gelanggang
Kenakan aku dilehermu. Maka aku akan menerimamu
Seperti sebuah kereta yang menjemputnya pulang
Jogja, 2013
Satyawati
Di dalam kabut ini, Palasara, renggut aku
Habisi amis tubuhku sesuai janjimu
Lalu pergilah. Biarkan sepi Yamuna
Dan wangi tubuhku yang tersisa
Dari persetubuhan kita
Sebab aku anak pungut seorang nelayan
Kama yang jatuh di mulut seekor ikan
Di dalam kabut yang terbuat dari nafasmu
Di atas sampan yang terbuat dari tubuhku
Kita susuri Bengawan Yamuna sekali saja
Jogja, 2013
Gunawan Maryanto bergiat di Teater Garasi Yogyakarta.
Kumpulan puisinya Sejumlah Perkutut buat Bapak (2010)
meraih Khatulistiwa Literary Award 2010.
Segera terbit kumpulan puisi terbarunya,
The Queen of Pantura.
PUISI KOMPAS, MINGGU, 9 JUNI 2013