PUISI FARIQ ALFARUQI
Meracak Kuda Pandai
Kepada tuan
bersarung berkopiah itu aku kata:
Aku ingin membeli seekor kuda.
Kalau ada, tuan.
Kuda dengan ringkik membahana.
Yang kakinya setangguh batang kopi.
Dan bulunya, legam berminyak
seperti damar habis dibakar.
Sekedar pengelupas rasa puas.
Penebas sepi yang tumbuh bertunas.
“Ini kuda asli Australia
untung memakai
untung membeli.
Lihatlah, surainya
sehalus jembut jagung.
Lengkung punggungnya
mampu meredam getar bagi ngilu
di pangkal pahamu.
Larinya, aih, tak usah ditanya.
Atau yang bujang dari arab.
Sebagai pejantan ia tak ada lawan.
Jika ia pandai berdiri saja
betina mana tak bakal terpesona.”
Kepada tuan
bersilnglet berkolor itu aku bilang:
Aku tak mencari kuda pacuan
maupun kuda lajang.
Kuda yang tak perlu tali kekang
saat ditunggang.
Yang telah hafal alur pendakian dan penurunan.
Yang tahu kapan berketipak pelan
kapan berderap kencang.
Adakah tuan punya?
“Meski ke ombak pasang
kau mengerang.
Ke angin limbubu
kau mengadu.
Tidak bakal bertemu
yang seperti itu.
Hanya kuda
yang telah melewati sekian perang
yang pandai bersiasat sendiri.
Hanya malam hutan belantara
yang mampu membikin kuda
berderap tak berbunyi
meringkik tak bersuara.”
Kepada tuan
di pasar ternak itu aku katakan:
Yang tuan gusuk setiap pagi,
Yang tuan racak sepanjang malam.
Adakah hati hendak melepasnya.
Kandangpadati 2013
Harimau dalam Perut Penyair
“Yang bersembunyi
dalam perut penyair itu
selain puisi.
Seekor hariamu
yang diam-diam
sedang mengasah kuku
dan gigi.”
Begitulah.
Sementara jalan-jalan dialihkan orang lalu.
Rumah-rumah panggung digubah
dengan batu bata
dari bekas benteng padri.
Dan lampu-lampu semprong
yang menebar jelaga
di dinding kamar
tak pernah lagi disulut
Ia masih juga berkerabat dengan maut
Berkarib dengan kepedihan paling akut
Meskipun ia tahu.
Setiap pilu
yang ia asah sampai tajam.
Setiap ngilu
yang ia raut hingga sanggup untuk menikam.
Seperti memelihara anak harimau
yang sedang menunggu
saat yang tepat untuk menerkam
“Yang meninggalkan bekas luka
pada tubuh itu
selain harimau.
Seekor puisi
yang tak pernah mau
berdiam dalam perut penyair.”
Kandangpadati, 2013
Fariq Alfaruqi lahir di Padang, Sumatera
Barat, 1991. Mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Andalas ini bergiat di Lembaga
Kebudayaan Ranah, Padang.
PUISI KOMPAS, MINGGU, 8 Desember 2013
salam kenal….
setelh jalan2 saya mhn dizinkan mampir menikmati rangkaiaan kata bermakna…
SukaSuka
exbunderan
Desember 10, 2013 at 3:53 am
Silakan … 🙂
SukaSuka
puisi kompas
Desember 10, 2013 at 8:12 pm
Puisi Kompas tertanggal 15 Desember 2013 ada kah?
Terimakasih.
Salam..
SukaSuka
Dhinar Nadi Dewii
Desember 19, 2013 at 1:46 pm
Puisi kompas Minggu, 15 Desember 2013 lupa saya update. Mungkin akan lewat ke edisi Minggu, 22 Desember 2013. Terima kasih.
SukaSuka
puisi kompas
Desember 22, 2013 at 8:42 am