Kumpulan Puisi Kompas

Arsip Puisi Mingguan Kompas Terbaru

PUISI FARIQ ALFARUQI

with 4 comments

Meracak Kuda Pandai

 

Kepada tuan

bersarung berkopiah itu aku kata:

Aku ingin membeli seekor kuda.

Kalau ada, tuan.

Kuda dengan ringkik membahana.

Yang kakinya setangguh batang kopi.

Dan bulunya, legam berminyak

seperti damar habis dibakar.

 

Sekedar pengelupas rasa puas.

Penebas sepi yang tumbuh bertunas.

 

“Ini kuda asli Australia

untung memakai

untung membeli.

Lihatlah, surainya

sehalus jembut jagung.

Lengkung punggungnya

mampu meredam getar bagi ngilu

di pangkal pahamu.

Larinya, aih, tak usah ditanya.

Atau yang bujang dari arab.

Sebagai pejantan ia tak ada lawan.

Jika ia pandai berdiri saja

betina mana tak bakal terpesona.”

 

Kepada tuan

bersilnglet berkolor itu aku bilang:

Aku tak mencari kuda pacuan

maupun kuda lajang.

Kuda yang tak perlu tali kekang

saat ditunggang.

Yang telah hafal alur pendakian dan penurunan.

Yang tahu kapan berketipak pelan

kapan berderap kencang.

Adakah tuan punya?

 

“Meski ke ombak pasang

kau mengerang.

Ke angin limbubu

kau mengadu.

Tidak bakal bertemu

yang seperti itu.

Hanya kuda

yang telah melewati sekian perang

yang pandai bersiasat sendiri.

Hanya malam hutan belantara

yang mampu membikin kuda

berderap tak berbunyi

meringkik tak bersuara.”

 

Kepada tuan

di pasar ternak itu aku katakan:

Yang tuan gusuk setiap pagi,

Yang tuan racak sepanjang malam.

Adakah hati hendak melepasnya.

 

Kandangpadati 2013

 

 

 

Harimau dalam Perut Penyair

 

“Yang bersembunyi

dalam perut penyair itu

selain puisi.

Seekor hariamu

yang diam-diam

sedang mengasah kuku

dan gigi.”

 

Begitulah.

Sementara jalan-jalan dialihkan orang lalu.

Rumah-rumah panggung digubah

dengan batu bata

dari bekas benteng padri.

Dan lampu-lampu semprong

yang menebar jelaga

di dinding kamar

tak pernah lagi disulut

 

Ia masih juga berkerabat dengan maut

Berkarib dengan kepedihan paling akut

 

Meskipun ia tahu.

Setiap pilu

yang ia asah sampai tajam.

Setiap ngilu

yang ia raut hingga sanggup untuk menikam.

Seperti memelihara anak harimau

yang sedang menunggu

saat yang tepat untuk menerkam

 

“Yang meninggalkan bekas luka

pada tubuh itu

selain harimau.

Seekor puisi

yang tak pernah mau

berdiam dalam perut penyair.”

 

Kandangpadati, 2013

 

 

 

Fariq Alfaruqi lahir di Padang, Sumatera

Barat, 1991. Mahasiswa Sastra Indonesia

Universitas Andalas ini bergiat di Lembaga

Kebudayaan Ranah, Padang.

 

 

PUISI KOMPAS, MINGGU, 8 Desember 2013

Written by Puisi Kompas

Desember 10, 2013 pada 12:53 am

Ditulis dalam Puisi

Tagged with

4 Tanggapan

Subscribe to comments with RSS.

  1. salam kenal….
    setelh jalan2 saya mhn dizinkan mampir menikmati rangkaiaan kata bermakna…

    Suka

    exbunderan

    Desember 10, 2013 at 3:53 am

  2. Puisi Kompas tertanggal 15 Desember 2013 ada kah?
    Terimakasih.
    Salam..

    Suka

    Dhinar Nadi Dewii

    Desember 19, 2013 at 1:46 pm

    • Puisi kompas Minggu, 15 Desember 2013 lupa saya update. Mungkin akan lewat ke edisi Minggu, 22 Desember 2013. Terima kasih.

      Suka

      puisi kompas

      Desember 22, 2013 at 8:42 am


Tinggalkan Balasan ke puisi kompas Batalkan balasan