PUISI TJAHJONO WIDIJANTO
Kuncen
tak mudah kau bayangkan setumpuk batu menganga
menceritakan dirinya sendiri. menelusuri tepi-tepi
sunyi bercabang-cabang menuju arus asing yang tak
pernah diam menggigil. setiap kali lafalku terputus
berkelebat bayangan menjumpaiku dalam riwayat
tak tamat-tamat.
“kau mesti tetap di sini, menemaniku menulis
kembali kisah yang tak kenal musim!”
udara yang atis tergelincir dalam lorong-lorong
asing yang bising dalam hening dan lumut
meranggas di batu-batu akan membatu
membawamu tamasya ke negeri leluhur batu nisan
tempat para satria bercambuk api di tanah-tanah
keramat.
tak ada yang dapat lolos dari sihir ini. ciuman waktu
telah menjadi candu menyeret para pentakziah suci
yang malang menaburkan penghabisan tentang kenangan
akan keindahan kematian yang mungil.
waktu yang tergelincir di antara desir hening dan
bising tak sanggup memberi bahasa pada bumi
yang menjelma kompas liar menuju rindu yang
gelisah pada hari-hari yang makin keramat
menghapus jejak-jejak darah dari setiap yang kalah.
Ngawim 2013
Nubuat Pohon Asam
aku lahir dari kutuk
doa tua yang membonsai tubuh
memisahkanku dari genggaman langit bapa angkasa
belenggu yang berpinak sepanjang gelisah napas
tak pernah lunas terbalas
tempat sunyi yang menyerah pada kehendak berkarat
batang tubuhku yang kuat perkasa
hanyalah si terkutuk dengan jiwa nelangsa
menggumpalkan kekalahan dalam semadi tak terperikan
menjinjing waktu dengan darah meleleh di pinggang
menunggu penebang mematahkan tulang-tulang
aku lahir dari kutuk
mantram yang membelenggu dahan rantingku
mengurung rindu pada liukan ujung badai
juga bisikan cinta dari pucuk kabut di tangga langit
terbungkuk-bungkuk jadi si tua diterpa singin dan mimpi buruk
aku lahir dari kutuk
berkabar pada cuaca yang datang dan pergi
dalam kubangan waktu yang gelisah dalam sejarah
bersama ingatan-ingatan kecut serupa pecut
menganyam senja, jarak dan peristiwa
berkawan hantu tua penunggu jalan yang juga tua
merajam bunyi menjadi sunyi
Ngawi, 2012/2013
Tujuh Sajak Pendek
1. Di Stasiun Kota
ada jeda terasa: saat kereta datang – pergi
ada terasa sisa suasan: saat Amba merana
karena Bisma dan cita-cita
2. Sajak di Dasar Kolam
sebuah kolam keruh airnya
di dasarnya puisi menjerit-jerit terkapar
tak lagi kuasa menggenggam zaman
3. Perjalanan ke-3x
seperti kemarin kaki terkoyak
antarkan diri di simpang jalan
: ini altar atau terminal
4. Doa di Gaza
tuhan,
telah aku kirimkan kawanku padamu
kapan giliranku menerima kehormatan ini?
5. Sajak Lilin
tiga lilin memercik ragu menatap malu
lampu meja suram di pojok kamar
semakin hari tak ada lagi sudi jadi saksi
untuk yang tak pernah kembali
6. Sajak Bulan
bulan telah lama tenggelam
tapi malam tak pernah usai
7. Episode Terakhir
bumi kembali tunjukkan
kesetiaannya pada kita
buktinya, Sinta krasan di dalamnya
Tjahjono Widijanto lahir di Ngawo, Jawa
Timur, 18 April 1969. Kumpulan puisinya
antara lain Janturan (2011). Ia menetap di
kota kelahirannya.
PUISI KOMPAS, MINGGU, 17 Februari 2013
[…] PUISI TJAHJONO WIDIJANTO. […]
SukaSuka
PUISI TJAHJONO WIDIJANTO « Cuma Nulis
Februari 19, 2013 at 12:22 am